www.bankkamu.blogspot.com

blog ini khusus untuk menyimpan artikel artikel dan bisnis terutama bisnis yang berbasis on line di dunia maya internet.mohon maaf jika masih banyak kekurangan baik dari segi artistik blog dan isi jauh dari sempurna.kami masih banyak butuh bimbingan dan arahan serta kritikan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan blog kami ini.trima kasih telah mau berkunjung di rumah kami ini...www.bankkamu.blogspot.com.

Jumat, 17 Desember 2010

Estetika musik dalam Islam

Estetika musik dalam Islam
Bagaimana sudut pandang Islam tentang musik? Tidak sedikit para tokoh ulama Islam yang mengharamkan musik. Musik dan jenis hiburan lainnya dianggap bisa membuat seorang muslim menjadi lalai menjalankan kewajiban ibadah. Tapi dibalik halal atau haramnya musik, justru sejarah Islam dari awal hingga kini penuh dengan kehidupan musik yang kaya. Musik dalam Islam adalah termasuk cabang ilmu pengetahuan yang terus digali dan diteliti. Hingga banyak buku-buku yang membahas musik dalam sudut pandang keilmuwan dan keagamaan yang ditulis oleh ilmuwan dan ulama Islam menjadi sangat mempengaruhi perkembangan musik dunia. Seorang Seyyed Hossein Nasr mengatakan bahwa musik bukanlah persoalan hukum atau fikih, melainkan berkenaan dengan psikologi dan kerohanian yang merupakan lapangan pembahasan ahli tasawuf dan filsuf.

MUSIK DALAM TRADISI KEAGAMAAN MUSLIM
Oleh : Abdul Hadi WM

Perdebatan tentang boleh tidaknya musik dalam Islam telah berlangsung lama. Di tengah pertentangan itu muncul kecenderungan ekstrem untuk menetapkan halal dan haramnya seni dalam Islam, termasuk musik dan seni suara. Tidak sedikit orang lupa bahwa hukum Islam tidak hanya berada di antara dua kutub yang berlawanan, halal dan haram. Tapi terdapat kutub-kutub lain seperti sunah, mubah, dan makruh.

Selain itu, ada kecenderungan umum, yaitu sangkaan yang disebut "seni" itu hanya musik dan lagu hiburan, serta seni populer lainnya. Karena ketiadaan pengetahuan tentang seni dan estetika serta sejarah seni, khususnya sejarah seni Islam, maka apabila berbicara tentang seni Islam yang lazim dijadikan titik tolak ialah pengalaman dan pengetahuannya yang terbatas. Mereka lupa khazanah seni Islam, kesusastraan, seni rupa, arsitektur, seni musik dan seni suaranya, serta ragam estetikanya, sedemikian kaya. Dalam sejarah Islam, untuk menyebut musik seperti yang diartikan sekarang ini, digunakan perkataan handasah al-sawt. Artinya ialah seni suara atau nyanyian.

Istilah al-musiqa (musik) digunakan untuk menyebut segala jenis musik bersifat hiburan (entertainment, pelipur lara). Lagu atau nyanyian hiburan lazim disebut al-ghina'. Yang terakhir ini merujuk pada musik atau nyanyian profan, yang tidak punya kaitan langsung dengan kehidupan keagamaan.

Bahkan, pada masa awal digunakan untuk menyebut nyanyian yang diiringi dengan musik untuk memanggil jin atau roh halus sebagaimana dilakukan ahli sihir Arab jahiliah atau dukun-dukun Yahudi yang disebut kahin. Misalnya, seperti dilakukan orang-orang Arab Utara sebelum datangnya Islam, dalam upacara mengelilingi batu suci (nushb) yang dimeriahkan dengan nyanyian keagamaan yang disebut nashb (Farmer, 1988).

Musik dan Handasah

Ismail dan Lois Lamnya al-Faruqi (1992:463-501) mengatakan, musik yang diterima Islam disebut handasah al-sawt (selanjutnya handasah saja) ialah seni yang dipandang sebagai pernyataan estetik yang bersumber dari tradisi Islam, yang kaidah dan pelaksanaannya berakar dalam estetika Al-Quran atau seruan Al-Quran.

Bagaimana kita memahami seni suara dan musik yang demikian? Pertama, dengan cara melihatnya dari sudut pandang sosiologi; dan kedua, melihatnya dari sudut pandang teori, yaitu sistem estetikanya sendiri.

Secara sosiologis, seni yang diterima Islam ialah seni yang mengakibatkan pelaku dan penikmatnya memandangnya dan mempergunakannya dengan cara-cara unik dan khusus Islam. Ini berkenaan dengan cara penyajiannya. Seni suara dan bunyi digunakan dalam salat, upacara keagamaan dan majelis-majelis di luar itu dapat dimasukkan ke dalam handasah. Misalnya, bacaan ayat suci dan doa dalam salat, seruan azan, takbir, tahmid, zikir, wirid, tahlil, tilawah, dan qira'a atau pembacaan ayat suci Al-Quran yang dilagukan seindah dan semerdu mungkin dan lain-lain. Secara estetik, pola nada dan lagu dari seni-seni yang telah disebutkan ini bersumber dari pola musik dan nada ayat-ayat Al-Quran. Begitu pula cara penyajiannya, dimaksudkan untuk menghidupkan suasana keagamaan.

Di luar handasah, terdapat nyanyian yang tema syairnya bersifat keagamaan seperti kasidah, ghazal (di Iran), nefes, dan sugul (Turki), muwashshah dini (Maroko), nasyid dan marawis (Asia Tenggara), dan lain-lain. Atau handasah yang perannya memberikan suasana keagamaan, misalnya improvisasi bunyi atau instrumentalia dan improvisasi vokal seperti taqasim, layali dan kasidah di Turki, awaz di Iran, shakl di Afghanistan, serta sayil dan baqat di Indonesia dan Malaysia.

Secara umum, handasah atau musik dan seni suara yang diterima dalam Islam dapat dibagi menurut keperluan dan tatanan estetiknya sebagai berikut:

1. Jenis seni suara yang sepenuhnya tunduk pada estetika Al-Quran, seperti tilawah dan qira'ah. Karena berkaitan langsung dengan penyampaian wahyu Ilahi, maka seni semacam ini menempati urutan pertama dalam kehidupan estetis kaum muslim.
2. Handasah yang berkaitan dengan seruan salat dan ibadah seperti azan; atau yang dimaksud sebagai bagian dari ibadah seperti tahmid, takbir, zikir, wirid dan lain-lain. Puncak dari jenis handasah seperti ini ialah sama', konser kerohanian sufi yang dilengkapi dengan orkestra, pembacaan puisi dan gerak tari tertentu. Pembacaan kasidah burdah, kasidah barzanji, rampai maulid (di kalangan orang Melayu) dan lain-lain, yang dinyanyikan dengan indah dan sering disertai dengan iringan musik, termasuk dalam urutan ini sebab isinya adalah lantunan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW dan karenanya mengandung seruan ibadah. Dalam kenyataan pembacaan kasidah semacam ini bermula dari kaum sufi dan memainkan peranan penting dalam penyebaran agama Islam di Asia Barat, Asia Tengah, India, Asia Tenggara, dan Afrika. Pembacaan Salawat Badar yang dinyanyikan dengan indah termasuk pula di dalamnya.
3. Seni improvisasi bunyi dari alat musik tertentu atau instrumentalia dan suara. Misalnya seperti dilakukan dalam sama', atau pemukulan rebana dalam upacara keagamaan dan kemasyarakatan. Misalnya seni rebana biang dan banyak jenis seperti itu ditemukan dalam kehidupan masyarakat muslim.
4. Lagu-lagu dengan tema keagamaan, perjuangan menegakkan agama; lagu-lagu dengan tema falsafah atau tema keislaman secara umum. Tari Seudati yang heroik di Aceh, yang dahulunya disertai pembacaan Hikayat Perang Sabil, termasuk dalam jenis ini.
5. Musik atau nyanyian hiburan (al-ghina') yang mengandung unsur pendidikan dan tidak mendorong pendengarnya untuk melalaikan kewajiban agama.

Dengan penjelasan tersebut, walaupun terdapat ulama yang keberatan terhadap musik, namun musik dan seni suara dalam kenyataannya berkembang marak dalam kebudayaan Islam. Bahkan tidak jarang menjelma sebagai sarana efektif bagi penyebaran agama ini di berbagai pelosok negeri, khususnya di Indonesia. Tepat seperti yang dikatakan Seyyed Hossein Nasr (1993:165) bahwa yang diperlukan orang untuk menyadari pentingnya musik dalam kehidupan orang Islam ialah kesediaan untuk mempelajari sejarah kebudayaan dan sosial Islam.

Pada masa pemerintahan Umayyah (654-750 M), beberapa kota kaum Muslimin, seperti Madinah dan Damaskus, telah menjadi pusat kegiatan seni musik yang penting di Asia Barat. Musik dan seni suara semakin marak pada zaman Abbasiyah (750-1256 M) yang memerintah di Baghdad, perkembangan yang diikuti pula di Andalusia pada masa yang sama.

Pada masa itu, para sultan, amir, bangsawan, filsuf, cendekiawan, dan sufi terkemuka tampil ke depan sebagai pelindung, penggalak, dan penaja (pendukung) kegiatan seni musik dan suara. Begitu pula pada zaman-zaman sesudahnya, ketika wilayah penyebaran agama Islam semakin luas meliputi hampir separuh benua Afrika di Barat dan sebagian negeri Cina, Kepulauan Melayu Nusantara di Asia Tenggara.

Lebih jauh, Ismail R. Al-Faruqi (1992) mengemukakan daftar yang cukup panjang tentang tokoh-tokoh yang aktif menulis risalah dan buku berkenaan dengan musik dan seni suara di kalangan filsuf, ulama, sastrawan, budayawan, dan ahli tasawuf sejak abad ke-9 hingga abad ke-19 M. Semua itu menambah bukti bahwa orang-orang Islam memberi perhatian besar pada musik, dan bahkan teori musik yang dikemukakan mereka berpengaruh bukan saja di kalangan orang Islam, tetapi juga di Eropa dan India.

Buku-buku yang ditulis para cendekiawan muslim itu mencakup masalah pengertian yang luas tentang musik, asas-asas estetika Islam, teori musik, uraian tentang instrumen musik dan penggunaannya, tilawah, dan qira'ah, tata tertib sama' (konser musik kerohanian), puisi karya para penyair terkenal yang telah dinyanyikan dan dibuatkan lagunya, dan lain sebagainya.

Di Jawa para wali abad ke-15 dan 16 M juga membangun teori musik dan estetika Islam. Yang terkenal di antaranya ialah Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Dengan menerapkan asas-asas estetika sufi ke dalam penggunaan instrumen gamelan, Sunan Bonang, umpamanya, berhasil menjadikan gamelan sebagai sarana kontemplasi (tafakur) dan pembebasan jiwa (tajarrud) dari kungkungan dunia material. Sejak itu gamelan Jawa dan Madura berbeda dari gamelan Bali, yang bertahan sebagai gamelan Hindu.

Maraknya kegiatan musik di kalangan orang Islam di Barat maupun di Timur dapat dilihat betapa dalam setiap perayaan keagamaan dan upacara kemasyarakatan tidak pernah tidak disertai dengan nyanyian dan musik. Pada bulan Ramadhan, hampir di seluruh negeri Islam terdapat kebiasaan membangunkan orang untuk bersahur dengan menggunakan musik dan nyanyian. Sejak lama pula setiap pemberangkatan tentara Islam menuju medan perang selalu diiringi bunyi-bunyian yang menggugah keberanian.

Semua itu telah menjawab keraguan sebagian orang bahwa musik sukar berkembang dalam Islam karena adanya semacam larangan. Dalam menjawab keraguan itu pula Seyyed Hossein Nasr (1992:168) mengemukakan, ''Sebaiknya persoalan-persoalan yang berhubungan dengan musik dicari dalam tasawuf dan falsafah; sebab persoalan tentang arti penting musik bukanlah persoalan hukum atau fikih, melainkan berkenaan dengan psikologi dan kerohanian yang merupakan lapangan pembahasan ahli tasawuf dan filsuf."

Di antara arti penting musik dalam kehidupan dikemukakan oleh Ruzbihan al-Baqli dalam bukunya Risalat al-Quds. Menurut Ruzbihan al-Baqli, musik kerohanian mampu membantu jiwa mempertahankan kelangsungannya, sebab ia merupakan makanan yang sehat bagi jiwa. Musik berperan menenteramkan pikiran dan membebaskannya dari beban dunia, serta memberi hiburan. Ia adalah perangsang mata hati untuk menyaksikan rahasia ketuhanan.

Bagi sementara orang musik merupakan godaan dan gangguan, disebabkan ketidaksempurnaan jiwa mereka sendiri. Sedangkan bagi orang lan, yang telah mencapai kesempurnaan jiwa, musik merupakan perumpamaan dan tangga naik menuju alam malakut. Peranan penting musik yang lain, menurut Ruzbihan, adalah tajarrud, membebaskan jiwa dari hal-hal yang bersifat material melalui yang material itu sendiri, yaitu menjadikan nada, irama, dan bunyi yang berasal dari alam dunia.

Tidak ada komentar: