www.bankkamu.blogspot.com

blog ini khusus untuk menyimpan artikel artikel dan bisnis terutama bisnis yang berbasis on line di dunia maya internet.mohon maaf jika masih banyak kekurangan baik dari segi artistik blog dan isi jauh dari sempurna.kami masih banyak butuh bimbingan dan arahan serta kritikan yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan blog kami ini.trima kasih telah mau berkunjung di rumah kami ini...www.bankkamu.blogspot.com.

Jumat, 03 Desember 2010

hukum mati untuk para koruptor

Korupsi, kolusi, nepotisme dan budaya suap di Indonesia sudah semakin parah dan memilukan dibanding Negara-negara tetangga. Bahkan dalam kasus korupsi Indonesia selalu menempati peringkat yang memalukan.

Seperti data Corruption Perception Indeks (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir oleh 10 organisasi internasional, pada tahun 2010, Indonesia berada di urutan 110 dengan nilai 2,8. Padahal Negara tetangganya, Singapura bertengger di peringkat 1 dengan nilai hampir mendekati 10 yakni, 9,3. Brunei 5,5 dan Malaysia 4,4 serta Thailand 3,5.


Hukuman Mati Koruptor

Dalam menangani maraknya kasus korupsi Indonesia perlu menerapkan hukuman mati. Menurut Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, hakim tak perlu takut untuk menjatuhkan hukuman mati bagi terpidana korupsi, karena hal itu sudah diatur dalam Undang-undang.

Seperti yang termaktub dalam Undang-Undang No. 31/1999 yang kemudian diperbaharui dengan munculnya UU no. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, koruptor bisa dihukum mati ketika korupsi dilakukan dalam keadaan Negara yang sedang mengalami bencana alam atau dilanda krisis. Meskipun pada prakteknya, hingga saat ini belum ada keberanian hakim yang memvonis koruptor dengan hukuman mati.


Belajar dari China dan Lativia

Sedangkan menurut Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, dalam menangani akutnya kasus korupsi Indonesia perlu belajar dari Negara lain seperti China dan Lativa. Kedua Negara ini dinilai berani dalam melakukan revolusi guna menumpas kejahatan korupsi di negaranya masing-masing.

China menjatuhkan hukuman mati kepada para koruptor dengan memberlakukan kebijakan pemutihan sebelumnya. Dengan kata lain, semua pejabat China yang pernah melakukan korupsi sebelum tahun 1998 dianggap bersih dan diputihkan.

Akan tetapi begitu korupsi terjadi satu hari saja setelah pemutihan diberlakukan, pelakunya langsung dijatuhi hukuman mati. Praktis, hingga tahun 2007 saja, sudah 4.800 orang pejabat China yang terkena hukuman mati. Kini China termasuk Negara yang bersih dari korupsi.

Sedangkan Latvia menerapkan kebijakan Lustrasi dengan mengeluarkan Undang-undang Pemotongan Generasi. Melalui pemberlakukan Undang-undang Lustrasi Nasional inilah seluruh pejabat eselon II diberhentikan dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 juga dilarang untuk aktif kembali.

Dengan adanya kebijakan Lustrasi, Latvia yang sebelum tahun 1998 dikenal sebagai Negara yang korup, kini menjadi Negara yang bersih juga dari praktek korupsi.


Perlu terobosan

Belajar dari pengalaman dua Negara di atas, perlukah Indonesia menerapkan kebijakan sejenis untuk memberantas korupsi yang semakin hari semakin merajalela menggerogoti tubuh Republik ini.

Meskipun upaya tersebut akan menemui jalan buntu ketika dibenturkan pada problem Hak Asasi Manusia (HAM) dan tentunya kendala politis yang sering dihadapi.

Betapa pun rumitnya persoalan, yang pasti Indonesia perlu terobosan-terobosan baru agar hukum memberikan efek jera bagi siapapun yang berniat melakukan korupsi di negeri ini, termasuk hukum potong tangan jika diperlukan!

Tidak ada komentar: